Selasa, 31 Agustus 2010

SELAMAT 'IEDUL FITRI

Selamat 'Iedul Fitri 1930 H
Mohon Maaf Lahir Bathin
Semoga Segala Amal Kita Diterima
Amien

Rabu, 27 Agustus 2008

Marhaban ya Ramadhan

Selamat menunaikan Ibadah Puasa semoga kita bisa menjadi insan yang bertaqwa
Alhamdulillah kita masih dipertemukan dengan Ramadhan kembali
Keep spirit 4 islam

Rabu, 13 Agustus 2008

AS Menghendaki Papua Lepas Dari Indonesia

[Edisi 418] Sebagaimana diberitakan sejumlah media, beberapa waktu lalu 40 anggota Kongres AS mengirimkan sepucuk surat kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono. Surat bertanggal 29 Juli 2008 tersebut intinya adalah meminta Presiden SBY untuk membebaskan “segera dan tanpa syarat” dua orang aktivis sparatis Papua, yakni anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang bernama Filep Karma dan Yusak Pakage. Sebagaimana diketahui, keduanya telah mengibarkan Bendera Bintang Kejora di Abepura, 1 Desember 2004 lalu. Kemudian, pada Mei 2005, pengadilan menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara terhadap keduanya (Republika, 11/8/2008).
Kita tentu patut prihatin karena di Papua memang sedang terjadi upaya disintegrasi. Pangkal masalahnya adalah adanya pihak asing yang terus memanas-manasi, bahkan mendorong terjadinya kegiatan sparatis tersebut. Upaya disintegrasi ini memang telah dilakukan secara sistematis, dengan cara menginternasionalisasi isu Papua. Asing, terutama AS, sangat jelas telah merancang upaya pemisahan Papua ini dari wilayah Indonesia. Hal ini antara lain dibuktikan dengan beberapa fenomena berikut:
Kehadiran Sekretaris Kedubes Amerika dan utusan Australia, Inggris dan negara asing lainnya dalam Kongres Papua pada tanggal 29 Mei hingga 4 Juni 2000 yang lalu. Dalam Kongres tersebut, mereka menggugat penyatuan Papua dalam NKRI yang dilakukan pemerintah Belanda, Indonesia dan PBB pada masa Soekarno. Menurut Kongres tersebut, “bangsa” Papua telah berdaulat sebagai bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961. Selanjutnya Kongres meminta dukungan internasional untuk memerdekakan Papua (Kompas, 5/6/2000).
Kasus penembakan yang terjadi di Mile 62-63 Jalan Timika–Tembagapura pada 31 Agustus 2002. Peristiwa tersebut merenggut 3 nyawa karyawan Freeport Indonesia, masing-masing 2 warga negara AS dan 1 WNI, serta melukai 11 orang, 1 di antaranya anak-anak. Kasus ini terus diangkat oleh AS ke dunia internasional. Bahkan FBI dan CIA berdatangan ke Papua untuk mengusut peristiwa tersebut. Sejak saat itu, persoalan Papua berhasil diangkat oleh AS menjadi perhatian negara-negara di dunia maupun masyarakat internasional sebagai kasus pelanggaran HAM.
Kongres AS membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) 2601 yang memuat masalah Papua di Amerika pada bulan Juli 2005, yang akhirnya disetujui oleh Kongres AS. RUU tersebut menyebutkan adanya kewajiban Menteri Luar Negeri AS untuk melaporkan kepada Kongres tentang efektivitas otonomi khusus dan keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.
Akhir 2005, Kongres AS mempermasalahkan proses bergabungnya Irian Barat (Papua) dengan Indonesia. Padahal sejarah mencatat, bahwa pendukung utama integrasi tersebut adalah Amerika sendiri, dimana persoalan Indonesia dianggap sebagai bagian dari masalah AS.
Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), Syamsir Siregar (22/3/2006), menduga ada upaya LSM yang didanai asing hingga terjadi kerusuhan di Abepura. Wakil dari LSM saat berbicara bersama seorang anggota Komisi I DPR-RI—dalam dialog di salah satu stasiun TV nasional (22/3/2006)—tidak secara tegas menolak hal itu. Ternyata, hingga saat ini pun, ada upaya sistematis untuk mengadu-domba antarumat beragama di Papua, antara kelompok Muslim dengan Muslim di satu sisi, dan Muslim dengan non-Muslim di sisi lain. Tulisan International Crisis Group (ICG), yang dirilis Juni 2008 lalu jelas mengisyaratkan hal ini.
Pemberian visa sementara bagi pencari suaka pada 42 aktivis pro-kemerdekaan Papua oleh Australia. Menteri Imigrasi Australia (23/3/2006) Amanda Vanston mengatakan, “Ini didasarkan pada bukti yang disampaikan oleh individu sendiri serta laporan dari pihak ketiga.” Siapa yang dimaksud pihak ketiga, itu tidak pernah dijelaskan. Namun, umumnya pihak ketiga itu adalah NGO atau LSM yang didanai oleh asing. Pemberian suaka ini juga merupakan hal penting, sebab terkait dengan upaya kemerdekaan Papua melalui proses internasionalisasi.
Anggota Kongres AS, Eny Faleomavaega, kembali melakukan kunjungan ke Indonesia pada 28/11/2007. Secara khusus Eny melakukan kunjungan ke sejumlah wilayah Papua seperti Biak dan Manokwari. Alasan yang disampaikan oleh Eny adalah melihat langsung kondisi Papua setelah enam tahun otonomi khusus (otsus). Jika kita menelaah rangkaian kunjungan dan aktivitasnya selama ini, kedatangan Eny Faleomavaega ke Papua sebenarnya semakin mengokohkan opininya, bahwa Papua memang layak untuk merdeka.
Pada 16 Juni 2008, ICG mengeluarkan laporan “Indonesia: Communal Tensions in Papua”. Di sana ditulis, “Konflik Muslim dengan Kristen di Papua dapat meningkat jika tidak dikelola dengan baik. Kaum Kristen merasa ‘diserang’ oleh kaum migrasi Muslim dari luar Papua. Mereka merasa Pemerintah mendukung aktivitas Islam untuk mengekpansi minoritas non-Muslim. Kaum Muslim pindahan itu memandang demokrasi dapat diarahkan menjadi tirani mayoritas sehingga posisi mereka di sana terancam”. Laporan ini lebih merupakan propaganda dan upaya adu domba.
Sementara itu, surat tertanggal 29 Juli 2008 dari 40 anggota Kongres AS yang mereka kirim kepada Presiden SBY, dalam alinea terakhirnya manyatakan, ”We urge you to take action to ensure the immediate and unconditional release of Mr. Karma and Mr. Pakage. Any security officials who mistreated Mr. Karma or who may have employed inappropriate force against peaceful demonstrators should be prosecuted. Such steps would be an important indicator that Indonesia, as a member of the UN Human Rights Council, takes its international obligations to fully respect universally recognized human rights.” (Kami mendesak Anda untuk membebaskan segera dan tanpa syarat Mr. Karma dan Mr. Pakage. Siapapun aparat keamanan yang memperlakukan Mr. Karma dengan buruk atau mungkin melakukan kekerasan terhadap para pendemo yang melakukan aksi damai, maka aparat tersebut harus dihukum. Tindakan semacam itu merupakan indikator penting, bahwa Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB, telah melakukan kewajiban internasionalnya untuk benar-benar menghormati HAM yang telah diakui secara universal).
Surat tersebut ternyata dimuat dan dipuji-puji dalam situs resmi The East Timor and Indonesia Action Network (ETAN). ETAN adalah LSM internasional asal AS yang berpengalaman menjadi salah satu arsitek lepasnya Timor Timur dari Indonesia.
Surat anggota Kongres AS ini jelas semakin membuktikan adanya intervensi terhadap Pemerintah Indonesia, sekaligus membuktikan bahwa AS mendukung upaya disintegrasi tersebut.
Wahai kaum Muslim:
Kita tidak boleh lengah, dengan mengatakan, bahwa sikap 40 anggota Kongres AS ini hanyalah sikap pribadi, bukan sikap resmi pemerintah. Sebagai negara penjajah, AS tentu tidak akan tinggal diam, sebelum Indonesia benar-benar bisa dikuasai dan dicengkram sepenuhnya. Caranya dengan menciptakan konflik di dalam negeri dan terus memicu terjadinya disintegrasi, hingga benar-benar lepas satu persatu. Kenyataan inilah yang pernah mereka lakukan terhadap Timor Timur. Hal yang sama, kini tengah mereka lakukan di Papua dan Sudan Selatan.
Karena itu, kami menyerukan kepada Presiden SBY beserta seluruh jajaran pemerintahan, termasuk para anggota wakil rakyat di DPR, untuk tidak tunduk pada campur tangan dan tekanan asing yang bertujuan untuk memecah-belah keutuhan wilayah Indonesia.
Kami juga menyeruskan kepada umat Islam, khususnya di Papua, agar bersatu dengan umat Islam di seluruh Indonesia untuk menolak rancangan negara kafir penjajah guna memisahkan diri dari wilayah Indonesia. Sebab, upaya pemisahan diri dari wilayah Islam merupakan dosa besar di hadapan Allah SWT. Dengan tindakan ini, umat Islam di Papua tidak akan pernah mendapatkan kebaikan sedikit pun, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Dengan memisahkan diri, umat Islam di Papua akan menjadi minoritas. Setelah itu, mereka akan mengalami nasib yang sama seperti saudara-saudara Muslim mereka di Timor Timur pasca pemisahan diri dari Indonesia. Mereka diusir dari rumah dan negeri mereka sendiri. Bahkan sangat mungkin mereka akan mengalami inkuisisi sebagaimana yang pernah dialami oleh kaum Muslim di Spanyol.
Kami juga menyerukan kepada umat Kristiani, baik di Papua maupun di seluruh Indonesia, agar menolak hasutan dan fitnah yang dihembuskan oleh negara-negara penjajah. Meski mereka seagama, mereka tidak pernah peduli dengan nasib Anda. Yang mereka pedulikan adalah kekayaan alam Papua yang melimpah. Dengan lepas dari Indonesia, Anda pun tidak akan luput dari penjajahan, sebagaimana nasib saudara-saudara Anda di Timor Timur. Bahkan nasib mereka tidak lebih baik, dibanding dengan ketika mereka bersama dengan Indonesia. Hingga kini, mereka pun masih belum merdeka, bahkan untuk disebut negara pun masih belum layak.
Wahai kaum Muslim:
Kami melihat, bahwa tindakan 40 anggota Kongres AS dan upaya pemisahan diri dari wilayah Indonesia ini merupakan tindakan politik. Tindakan politik harus dihadapi dengan tindakan dan kebijakan politik. Tindakan dan kebijakan politik ini tentu membutuhkan kemauan dan keberanian politik. Kemauan dan keberanian politik tersebut bukan hanya dari penguasa, tetapi juga dari rakyat.
Namun sayang, saat ini partai-partai politik yang seharusnya memainkan peranan ini, nyaris tidak berbuat apa-apa. Mereka saat ini lebih disibukkan dengan urusan Pemilu. Rakyat pun sama. Pasahal di depan mereka ada bahaya disintegrasi yang sudah mengancam di depan mata.
Karena itu, kami menyeru semua pihak, baik pemerintah, DPR/MPR, TNI, Polri, para pimpinan parpol, ormas, tokoh dan seluruh masyarakat untuk mengambil bagian dalam upaya mencegah terjadinya disintegrasi ini. Kesalahan pada masa lalu tidak boleh terulang kembali. Nabi saw. ngatkan,
لاَ يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
Tidak layak seorang Mukmin dipatuk oleh ular pada lubang yang sama dua kali (HR Muslim).
Kami juga mengingatkan seluruh rakyat dan para penguasa di negeri ini, bahwa inilah fakta negeri kita, yang selalu dipandang sebelah mata. Inilah fakta negeri-negeri kaum Muslim yang lainnya. Inilah buah sekularisme yang diterapkan di negeri ini, dan negeri-negeri kaum Muslim yang lainnya.
Solusinya tidak ada lagi, kecuali syariah. Hanya syariahlah yang bisa menggantikan sistem sekular. Dengan Khilafah, Indonesia dan negeri-negeri kaum Muslim lain akan menjadi negara adidaya dan diperhitungkan dunia, mampu mencegah disintegrasi, sekaligus menyatukan negeri-negeri Islam di bawah satu bendera. []
Komentar al-Islam:
Hasil Penelitian LIPI: Ongkos Pemilu Langsung di Indonesia selama lima tahun tidak kurang dari Rp 400 triliun (Syafii Maarif, “Resonansi”, Republika/12/2008).
Ironis! Sudah mahal, Pemilu melahirkan banyak kepala daerah/wakil rakyat yang korup.

Selasa, 17 Juni 2008

Saat Aku Jatuh Cinta


Memang sudah ketentuan Illahi seseorang di berikan insting mempertahankan keturunan (Ghorizah an Nau), saat ku mulai merasakan rasa yang aneh dalam keseharian hidup ini saat seseorang mulai menghantui relung jiwa, menguasai sebagian besar pikiranku, dan menjadi penghuni malam dalam kesendirian. Inilah yang telah Robb janjikan untuk setiap mahlukNya yang akan selalu ada dalam setiap jiwa mahlukNya.
Kini banyak wajah yang selalu terbayang dalam kehidupanku, namun ada seseorang yang selalu merajai kehidupanku saat ini. Walaupun dia dekat tapi jauh, akupun tak mengerti. Semoga rasa ini bisa menjadi pemicu dalam menjalani kehidupanku untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Ku berharap rasa ini akan memberikan ketentraman jiwa untuk mengarungi kehidupan ini. Ku hanya berharap semoga “dia” bisa menjadi wanita yang sholehah, pendamping di jalan dakwah, pelipur dikala resah serta rajin beribadah.
Ku yakin suatu saat nanti akau akan menemukan seseorang yang di janjikanNya untuk menjadi pendamping dalam hidupku ini.

Jumat, 13 Juni 2008

Reuni DKM Al-Muttaqien 2006.

Kepada Yth.
Segenap Keluarga DKM Al-Muttaqien 2006 & Rekan-rekan
Di Tempat

Assalamu ‘alaikum Wr.Wb.
Sehubungan dengan akan diadakannya acara temu kangen antar alumni DKM Al-Muttaqien 2006 & Rekan. Maka dengan ini kami mengunang segenap keluarga DKM Al-Muttaqien 2006 & Rekan untuk hadir pada :

Hari : Minggu
Tanggal : 27 Juli 2008
Jam : 08:00-15 WIB
Tempat : Kediaman Siti Hamidah

Demikian undangan ini kami sampaikan atas perhatian dan partispasinya kami ucapakan terima kasih. Sangat kami haraapknkan kedatangannnya.

NB:
Untuk informasi dapat menghubungi : Jeri Rustaman Syaputra, M Sugandi

Kamis, 12 Juni 2008

Mana Islam Ideologis




Setelah kejadian Monas, 1 Juni 2008 yang lalu. Maka kini jelas sudah mana kelompok islam yang mengusung liberalisme dan mana yang ingin tetap pada aturan islam yang semestinya menjadi pengatur dan pedoman hidup setiap muslim. Kini fenomena ini seolah manjadi pemicu yamg kontras di antara umat islam sendiri. Kini terlihat jelas mana yang mendukung kebebasan liberalisme dengan mendukung eksistensi Ahmadiyah di bumi Nusantara dengan dalih Hak Asasi Manusia dan yang terang-terangan megumumkan bahwa Ahmadiyah bukanlah bagian dari islam .siapapun yang mengamati dengan seksama dan mengkaji secara menyeluruh tentang masalah ini jelas sudah yang tejadi bukan perang antara muslim dengan nonmuslim tetapi perang antara ideologi islam dan ideologi kapitalisame yang mengusung kebebasan.


Maka dari itu tidak aneh jika dalam masyarakat islam sendiri saling bersilangan pendapat karena sebagian dari umat ini kini sudah mendarah daging ideologi yang mengusung kebebasan dan yang memisahkan antara islam dengan kehidupan. Padahal seperti yang sudah kita ketahui besama bahwa islam adalah penyempurna segala macam urusan. Maka dari itu, wahai saudaraku sesama muslim dimanapun anda berada ketahuilah bahwa islam telah mengatur segalanya dengan jelas dan paripurna tentang peraturan hidup ini. apakah kita masih mencari jalan lain selain jalah yang sudah diridhoi olehNya
Yuk kita berkaca !! kini kita mengemban ideologi apa? Apakah islam yang sesuai dengan alQuran dan Hadist atau sekuler yang mengusung kebebasan dalam segala hal dan memisahkan antar agama dan kehidupan .

Semoga kita semua berada dalam Rahmat dan lindunganNya.
Dan Ingatlah bahwa semua yang ada di alam raya ini adalah milik Allah.
[Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.]

Selasa, 13 Mei 2008

Blue Rigde Di Tanjung Priok


Blue Ridge, kapal perang milik AS dari armada ke 7 angkatan laut Amerika Serikat yang memiliki kemampuan melacak situasi darat dan laut serta merupakan salah satu kapal tercanggih Milik AS, tiba di Tanjung Priok, Jakarta pada senin, 12 mei 2008, tujuan kedatangnya menurut Vice Admiral William Douglas Crowder, Commander Armada Ketujuh AS di depan sejumlah jurnalis yang mengunjungi kapal USS Blue Ridge, Kamis (8/3) siang. Ia mengatakan hubungan angkatan laut AS dan RI selama ini sudah baik, antara lain melalui pertukaran siswa, dan akan terus ditingkatkan di masa datang.

Kita mungkin masih ingat dengan kedatangan USS Abraham Lincoln di selat sunda beberapa waktu lalu. Di saat masyarakat Indonesia disibukan dengan masalah Ahmadyah. Belum lagi masalah Namru-2 yang sudah habis kontaknya di Indonesia.

Sebenarnya ada apa dibalik kedatangan kapal perang Milik AS ini kekawasn Asia khususnya Indonesia yang merupakan negara muslim terbesar di dunia. Benarkah untuk mempererat hubungan diplomatik? Ataukah ada tujuan lain di balik semua ini? Bukan parno, napi sekedat jaga-jaga.

Indonesia adalah negara muslim terbesar di Dunia, yang mulai mengaungkan penerapan syariat Islam secara kaffah lewat Konferensi Khilafah Internasional yang di selenggaran di Istora Senayan, Jakarta. belum lagi geliat komunitas muslim Indonesia yang mulai bergerak untuk melaksakan ajaran Islam.

Yo, buka mata perhatikan sekeliling, cari fakta, cermati dan tela’ah secara mendalam tujuan kedatangan mereka. Jangan sampai kita lengah. Terus amati dan cermati keberadaan mereka di negeri-negeri Islam seperti Indonesia. Tetap waspada dan terus mendekatakan diri kehadirat Illahi. Wallahu alam bi sawwab.
data : alutista
Kompas Cyber Media